MANAJEMEN EKONOMI RUMAH TANGGA
Dalam agama Buddha terdapat dua pola dalam menjalani kehidupan yaitu sebagai perumah tangga dan menjalani kehidupan samana. Menempuh kehidupan perumahtangga tidak terlepas dari ikatan-ikatan duniawi, keterikatan pada anak, istri, kakayaan dan jabatan.
Kehidupan sebagai perumah tangga bertanggungjawab terhadap keluarga tidak terlepas dari persoalan ekonomi maka diperlukan cara mengatur ekonomi untuk mencapai kesejahteraan. Ekonomi Buddhis lebih diarahkan pada cara memperoleh kekayaan dengan memiliki mata pencaharian yang benar dan menggunakan dengan cara yang benar pula.
Sabda Buddha “barang siapa melakukan apa yang pantas, yang teguh tekad, yang bekerja keras, ia akan memperoleh kekayaan. (Sutta Nipata 187). Suatu pekerjaan yang dilaksanakan tanpa kesungguhan, tidaklah akan membuahkan hasil yang besar .(Dhp.312)
Ekonomi Buddhis tidak mengukur segalanya dengan uang, namun dasar ekonomi Buddhis adalah kesederhanaan dan tanpa kekerasan. Dalam mengumpulkan kekayaan hendaknya tidak melanggar sila sehingga merugikan orang lain dan diri sendiri. Setelah kekayaan terkumpul digunakan sebaik-baiknya secara optimal, menjalin pergaulan yang baik dan mengatur pola hidup tidak boros.
Perumah tangga dalam mengatur ekonomi yg diperoleh dengan cara seimbang tidak melebihi dari penghasilan. Peruma tangga yang memiliki penghasilan yang besar hendaknya mengatur kekayaan seperti yang diajarkan Buddha. “Kekayaan yang diperoleh dibagi menjadi empat bagian, sebagian dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari, dua bagian digunakan untuk modal usaha, sebagian untuk ditabung untuk berjaga-jaga pada saat sulit (Digha Nikaya III.188)
Penggunaan kekayaan dengan cara yang benar, tanpa kekerasan akan memperoleh kesenangan dan kenikmatan bagi diri sendiri, membaginya dengan orang lain, serta melakukan perbuatan-perbuatan terpuji, menggunakan tanpa kekerasan, bebas dari kejahatan dan tiada cela (Samyutta Nikaya IV.332)
Penggunaan kekayaan yang sesuai dengan ajaran Buddha diterapkan setiap perumah tangga, kesejahteraan ekonomi keluarga akan dicapai. Tingkat kemajuan ekonomi keluarga menurut Buddhis diukur dari pengalokasian kekayaan seperti yang diajarkan Buddha . Buddha mengingatkan kepada terdapat kebahagiaan bagi perumah tangga bila memiliki usaha sendiri (Atthisukkha), dapat memanfaatkan kekayaan yg diperoleh dengan baik (bhoga sukha), kebahagiaan pantas dinikmati karena tidak mempunyai utang (anana sukha) dan tidak melakukan pekerjaan atau perbuatan yang tercela (anavajja sukha) Anggutara Nikaya III.68
Pembelanjaan sebagian kekayaan untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yg benar merupakan tindakan ekonomi. Buddha tidak pernah melarang para umatnya untuk mencari kekayaan tetapi kekayaan yang diperoleh dengan cara yang benar. Dengan kekayaan yang dihimpun secara benar dan diperoleh melalui usaha sendiri, ia membagi makanan dan minuman kepada makhluk-makhluk lain yang membutuhkan (It.66). Kekayaan yang diperolah tidak dipergunakan hanya untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Harta duniawi bukan meraupakan suatu yang utama, namun untuk mencapai kesejahteraan hidup duniawi seseorang membutuhkan harta benda sebagai sarana untuk mencapai kebagiaan yang akan datang.
Perumahtangga yang berkecukupan dalam bidang ekonomi tidak terlena dalam kemewahan yang ada, tidak hidup berfoya-foya karena perbuatan itu akan membawa kemerosotan dalam kehidupan. Senang bermain perempuan, mabuk-mabukan berjudi, menghambur-hamburkan kekayaan yang telah diperoleh akan menyebabkan kemerosotan (Sutta Nipata 106).
Kewaspadaan, ketelitian dan hemat diperlukan dalam mengatur ekonomi rumah tangga, ekonomi yang teratur akan membawa kesejahteraan hidup berkeluarga. Untuk memenuhi kebutuhan hidup perumah tangga bekerja dengan sekuat tenaga. Buddha mencela kebiasaan bermalas-malasan. Dalam Sigalovadha Sutta Sang Buddha memberikan nasehat kepada putra Sigala :”Orang yang tidak bekerja dengan alasan masih terlalu dungin, suatu masih terlalu panas. Begitu pula masih terlalu pagi, atau terlalu siang, masih terlalu lapar atau terlalu kenyang. Dengan alasan-alasan semacam itu orang membiarkan kesempatan berlalu. Karena malas, ia tidak akan sukses atau mendapatkan kekayaan, sebaliknya yang terjadi adalah kemerosotan (D.III.184)
Perumah tangga yang memiliki penghasilan yang kecil dengan menjaga keseimbangan antara pengeluaran tidak melebihi dari pemasukan, juga menyisihkan sedikit dari penghasilan sebagai tabungan. Menempuh hidup seimbang antara pengeluaran dan pemasukan sehingga tidak terguncang pasang surutnya penghasilan (Anguttara Nikaya VII,53)
Kesejahteraan hidup berumah tangga diperoleh dari cara pengaturan ekonomi yang baik, dengan cara mengembangkan gaya hidup sederhana. Kesederhanaan bukan berarti kemiskinan, melainkan gaya hidup yang seimbang antara pemasukan dan pengeluaran.
Manajemen ekonomi rumah tangga diharapkan untuk dilaksanakan bagi perumahtangga. Manajemen ekonomi rumah tangga yang dilaksanakan oleh setiap perumah tangga akan membawa pada kesejahteraan hidup dengan berpola hidup sederhana dan tidak mementingkan diri sendiri.
Perumah tangga yang melaksanakan pengaturan ekonomi rumah tangga menurut Buddhisme akan selalu waspada dan hati-hati dalam menggunakan kekayaaan, penuh pengendalian diri, sehingga pengeluaran lebih kecil dari pendapatan dan terkontrol dengan bai.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar